Gunung Kilauea: Gunung Berapi Paling Aktif dan Terkenal di Dunia
Gunung Kilauea, terletak di Pulau Besar Hawaii, adalah salah satu gunung berapi paling aktif dan terkenal di dunia. Sejarahnya terbentang ribuan tahun dan dipenuhi dengan banyak letusan dan aktivitas gunung berapi yang signifikan. Sehingga menjadikannya subjek yang menarik dan dipelajari oleh para ilmuwan, ahli geologi, dan pengunjung dari seluruh dunia.
Catatan sejarah letusan Gunung Kilauea dimulai pada abad ke-19, namun gunung tersebut diyakini telah aktif lebih lama. Ini adalah salah satu dari lima gunung berapi perisai yang membentuk pulau Hawaii dan dikenal karena letusannya yang relatif sering dan efusif.
Kilauea merupakan gunung berapi perisai dengan ciri khas bentuknya yang lebar dan landai. Ini adalah salah satu gunung berapi paling aktif di dunia, letusannya sering kali ditandai dengan aliran lava, bukan aktivitas eksplosif. Gunung ini merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Api Hawaii yang lebih besar, yang menarik jutaan pengunjung setiap tahunnya.
Salah satu letusan paling signifikan dalam sejarah Gunung Kilauea baru-baru ini terjadi pada tahun 1983. Letusan ini, yang dikenal sebagai letusan Puʻu ʻŌʻō, berlangsung selama lebih dari 35 tahun dan menghasilkan aliran lava besar-besaran yang menutupi wilayah yang luas. Letusan tersebut menciptakan daratan baru dan membentuk kembali lanskap zona keretakan timur gunung berapi.
BACA JUGA : Gunung Fuego: Stratovolcano Aktif yang Terletak di Guatemala
Pada tahun 2018,Kilauea kembali mengalami letusan penting. Letusan ini diawali dengan runtuhnya kawah Puʻu ʻŌʻō dan terbukanya celah baru di subdivisi Leilani Estates. Letusan tersebut menghasilkan air mancur lava, aliran lava, dan gas vulkanik, yang mengakibatkan ribuan warga dievakuasi dan hancurnya rumah serta infrastruktur.
Aktivitas vulkanik Gunung Kilauea yang sedang berlangsung memberikan para ilmuwan peluang berharga untuk mempelajari proses dan dampak letusan gunung berapi. Observatorium Gunung Api Hawaii (HVO) memantau gunung berapi tersebut dengan cermat menggunakan jaringan seismometer, penganalisis gas, dan kamera termal untuk menyediakan sistem peringatan dini dan menilai potensi bahaya yang terkait dengan letusannya.